Kejaksaan Agung telah lebih dari sembilan tahun membekukan pengusutan kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia.
Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965/1966 (YPKP 65) Bejo Untung mengatakan sudah saatnya Kejagung memperbaiki performanya dalam penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM tersebut.
Presiden SBY perlu mengambil beberapa rekomendasi dari berbagai ahli yang otoritatif.
Seperti meminta keterangan Komisioner Tinggi HAM PBB Navi Pillay atau Komisi Ahli PBB yang mengeluarkan rekomendasi agar Kejagung memperbaiki diri dalam kerja penyidikan dan penuntutan kasus-kasus pelanggaran HAM berat.
"Sudah saatnya Presiden mengevaluasi modus ini yang sudah mencapai hampir 10 tahun. Agar ke depannya ada solusi untuk menuntaskan masalah ini," ujar Bejo dalam jumpa pers di Gedung Kontras Jalan Borobudur 14, Menteng, Jakarta Pusat, (Kamis, 15/11).
Khusus untuk kasus pelanggaran HAM berat 1965/1966, Bejo menyarankan agar Presiden membuat kebijakan mekanisme non judicial berupa kebijakan rehabilitasi menghapus diskriminasi warga negara.
"Sedangkan untuk kasus penculikan dan penghilangan aktivis, bisa segera ditindaklanjuti dengan empat rekomendasi DPR yang diacuhkan Presiden sejak tiga tahun terakhir," tutupnya.
Empat rekomendasi Panitia Khusus (Pansus) Kasus Penculikan dan Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998 itu adalah.
Presiden SBY dan institusi pemerintah terkait untuk membentuk pengadilan HAM Ad Hoc; Presiden SBY harus melakukan pencarian terhadap 13 (tiga belas) orang korban yang masih hilang; Presiden SBY harus merehabilitasi dan memberikan kompensasi kepada keluarga korban yang hilang; Presiden SBY harus meratifikasi Konvensi Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa. [rmol/hta]
KOMENTAR ANDA