Keputusan Mahkamah Konsitusi yang menerima sebagian gugatan UU 32/2001 tentang Minyak dan Gas dan berimplikasi pada pembubaran Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) disesalkan.
MK dinilai dengan mudah begitu saja mementahkan produk DPR dan Pemerintah tersebut. Padahal, dalam mengundangkan sebuah UU, DPR dan pemerintah meminta keterangan dari banyak ahli.
Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Indonesian Constitutional Watch (Icon) Razman Arif Nasution kepada Rakyat Merdeka Online (Kamis, 15/11).
"Hanya karena ada sekelompok masyarakat yang tidak puas (atas UU itu) dilakukan uji materi. Oleh MK yang berjumlah 9 orang itu diputuskan begitu saja. Apakah MK ini orang yang luar biasa keahliannya," tegasnya.
Menurutnya, ke depan, lebih baik MK juga dimintai pendapat oleh DPR dan pemerintah pada saat menggodok sebuah UU. Agar diketahui sejak awal, apakah RUU itu sejalan atau tidak sejalan dengan UUD 1945.
"Kalau pemerintah-DPR dianggap menyalahi kewenangan mereka dengan membuat UU yang salah, MK bisa bicara sebagaimana hakim bisa melakukan dissenting opinion kemudian disampaikan ke publik, rakyat akan ramai-ramai (menolak). OK kita tunggu di MK karena ini dipaksakan. Maksud saya, belum dilakukan kajian tiba-tiba diputus begitu saja," ungkapnya.
Selain itu, masih menurut Razman, sebelum memutuskan menerima sebagaian gugatan atas UU Migas itu, MK sebaiknya berkomunikasi dengan pemerintah. Karena putusan itu berimplikasi pada pembubaran BP Migas.
"Mereka harusnya diskusi dengan pemerintah mau dikemanakan karyawan ini. Karyawan BP Migas ini ngeri juga. Mereka kan banyak. Sekarang seenaknya saja dibubarkan. Seperti Gus Dur dulu membubarkan Menteri Penerangan. Sekarang dibuat juga Kominfo. Ini juga dibubarkan BP Migas," tegasnya.
Kalau dianggap ada korupsi di sebuah lembaga, dia menambahkan, bukan berarti lembaganya yang dibubarkan. Tapi oknumnya ditindak. Hal ini terkait dengan pertimbangan bahwa keberadaan BP Migas berpotensi melakukan penyalahgunaan wewenang dan keuangan negara.
"Kalau ada korupsi, atau dianggap BP Migas terlalu banyak birokrasinya, itulah yang harus dibersihkan. Saya setuju miskin struktural, kaya fungsi. Tapi bukan berarti struktur tak diperlukan," tegasnya.
"Jadi saya menyesalkan kok rasa sensitivity mereka berlebihan. Saya tidak membenarkan BP Migas harus berdiri kokoh. Tidak. Tapi saya mau sesama lembaga negara bicaralah. Kalau ada lembaga yang mau dibubarkan, pikirkan juga rakyat yang ada di dalam," tandasnya.
Karena itu dia menilai, putusan MK itu adalah bagian dari pencitraan Ketua MK Mahfud MD. "Saya mohon maaf, sebelumnya saya melihat beliau ini murni sebagai seorang pakar bidang hukum, Ketua MK, mantan menteri. Tapi kok terakhir ini beliau melakukan pencitraan. Saya tidak setuju itu," demikian Razman. [rmol/hta]
KOMENTAR ANDA