Kesadaran masyarakat terhadap keamanan informasi masih minim.
Pemerintah selaku regulator yang punya tanggung jawab untuk mengamankan data penduduk seperti e-KTP juga perlu mendapat perhatian masyarakat agar rasa aman itu mendapatkan jaminan.
Demikian disampaikan Pakar Hukum Telematika Universitas Indonesia, Dr. Edmon Makarim, di Jakarta (Rabu, 14/11).
“Contoh keamanan retina mata pada e-KTP. Jika suatu saat informasi bobol, apakah mau ganti retina mata? Sedangkan e-KTP menjadi dasar kita ketemu orang lain secara elektronik. Misalnya ke Puskesmas, digesek pakai e-KTP. Di sana akan ada tanda tangan digital kita. Apakah orang sudah mengerti dengan konsep tersebut. Dan bahwa pengamanan itu dilakukan oleh Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) dengan cara enkripsi," jelasnya.
Masyarakat, di samping harus sadar akan keamanan informasi diri, juga harus tahu bahwa data mereka aman dilindungi oleh negara.
"Mengenai penggunaan kriptografi dalam e-KTP, masyarakat harus tahu bahwa data mereka diamankan negara agar tidak disalahgunakan. Misalnya nantinya data tidak digunakan untuk hal-hal yang tidak diinginkan. Misalnya salah identitas dalam pelanggaran hukum," lanjut Direktur Lembaga Kajian Hukum Teknologi (LKHT) UI ini.
Lebih lanjut Edmon mengatakan bahwa lembaga negara yang punya kompetensi dalam kriptografi adalah Lemsaneg, yaitu meregulasi kewenangan sandi antar penyelenggara negara, antar departemen, dan militer. Sementara pemakaian kripto saat ini sudah luas. Contohnya internet payment, handphone, SMS.
"Kita contohkan handphone ini merupakan hasil enkripsi dari sinyal yang publik menjadi privat, gelombang dipancarkan kemudian dienkrip hanya untuk nomor tertentu. Ini termasuk urusan publik yang harus diamankan juga," tandasnya. [rmol/hta]
KOMENTAR ANDA