Sebagai kabupaten dengan jumlah buruh migran terbanyak di Jawa Tengah dan salah satu yang terbesar di Indonesia, Cilacap semestinya memang memiliki Perda khusus yang mengatur perlindungan dan pengelolaan buruh migran.
Demikian diungkapkan Ketua Badan Legislatif Daerah (Balegda) DPRD Cilacap, Libanun Muzayyin dalam Workshop Jaringan Kepala Desa yang membahas komitmen pemerintah desa dalam memberikan buruh migran dan keluarganya di daerah asal, Rabu (14/11).
"Rancangan perda ini ini juga sebagai wujud komitmen pemerintah daerah dalam melindungai buruh migran yang remitensi tiap tahunnya mencapai Rp 720 milyar," jelasnya.
Balegda DPRD mengajukan Raperda Perlindungan buruh migran dengan hak inisiatif yang dimilikinya. Raperda ini berisi tiga isu utama. Yaitu pasal mengenai pra penempatan, saat penempatan dan purna penempatan (mantan buruh migran).
"Seringkali kasus buruh migran sudah terjadi saat recruitmen berlangsung. Jadi semestinya perlindungan memang sudah diawali dari sebelum buruh migran berangkat. Kami akan mengatur soal pola recruitmen yang dilakukan oleh Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS)," katanya.
Tidak boleh dilupakan juga, kata Lubanun, saat buruh migran masuk masa purna. Sebab, sebagian remitensi buruh migran dipakai di sektor konsumtif. Jarang yang memanfaatkannya sebagai bagian investasi produktif.
"Pemerintah Daerah harus memiliki sebuah lembaga khusus yang mengatur remitensi buruh migran," ujarnya. [rmol/hta]
KOMENTAR ANDA