post image
KOMENTAR
Ketua Dewan Direktur Lembaga Kajian Publik Sabang-Merauke Circle (SMC), Syahganda Nainggolan, menyebutkan kasus pemerkosaan brutal oleh tiga polisi Malaysia terhadap TKI asal Batang, Jawa Tengah di kantor kepolisian Bukit Mertajam, Pulau Penang pada Jumat (9/11), semakin menunjukkan bukti kebiadaban petugas hukum Malaysia atas kehormatan TKI di negara tersebut. Perilaku itu juga menggambarkan adanya perilaku monster primitif aparat kepolisian Malaysia di era moderen.

“Peristiwa ini sepatutnya menjadi catatan serius bagi pemerintah, apalagi dalam jenis lain perlakuan tidak manusiawi seringkali terjadi pada TKI, dan kini menyangkut kehormatan anak bangsa yang diinjak-injak secara biadab di sebuah kantor penegak hukum Malaysia,” jelas Syahganda di Jakarta, Selasa (13/11).

Menurutnya, jika melihat kasus-kasus lain terkait penistaan TKI seperti penembakan, penganiayaan, pengepungan TKI di lokasi perkebunan dengan diikuti pemerasan dan pemenjaraan, serta meliputi sejumlah kasus tertentu yang membuat keberadaan TKI di Malaysia terus menderita. “Maka, dapat disimpulkan kasus pemerkosaan ini melengkapi gunung es persoalan TKI yang ada di Malaysia,” kata Syahganda.

Karena itu, ia mengusulkan pemerintah mempertimbangkan penghentian total penempatan TKI ke Malaysia khususnya bagi TKI kategori Pembantu Rumah Tangga (PRT) dan TKI yang bekerja di perkebunan. Di samping, lanjut Syahganda, pemerintah harus lebih tegas dengan mengevaluasi hubungan diplomatik kedua negara, utamanya akibat pemerkosaan TKI yang menyakitkan kali ini. Termasuk, tidak lagi melanjutkan kerjasama di bidang kepolisian dengan Malaysia. “Bahkan, melalui perwatakan yang diwakili para polisi pemerkosa itu, negara-negara lain pun pantas mengisolasi keberadaan polisi Malaysia dalam kebutuhan kerjasama apa pun,” jelasnya.

Syahganda mengaku, pengisolasian itu sebenarnya perang melawan kebiasaan institusi kepolisian Malaysia, yang kerap melakukan penembakan tragis ataupun kekerasan tidak bertanggungjawab pada TKI, hingga terkait sejumlah penistaan kemanusiaan lain yang membuatnya acap mengabaikan HAM para TKI.

“Jadi, Indonesia dan bangsa-bangsa lain perlu meninggalkan persahabatan dengan kepolisian negara Malaysia yang di dalamnya menampung para polisi monster primitif, sebab di era moderen ini kekuatan polisi seharusnya tampil dengan menghargai HAM sekalipun tetap dituntut untuk profesional,” tambahnya.

Ia selanjutnya mengharapkan, para polisi pemerkosa mendapatkan hukuman berat demi rasa keadilan korban, sekaligus memenuhi keinginan bangsa Indonesia yang sangat terganggu dengan kasus memilukan itu. [rmol/hta]

PHBS Sejak Dini, USU Berdayakan Siswa Bustan Tsamrotul Qolbis

Sebelumnya

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN NELAYAN (KPPI) DALAM MENGATASI STUNTING DAN MODIFIKASI MAKANAN POMPOM BAKSO IKAN DAUN KELOR DI KELURAHAN BAGAN DELI

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Peristiwa