Anggota Komisi VII DPR Bobby Rizaldi mempertanyakan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membubarkan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) karena bertentangan dengan Undang Undang Dasar.
"Keputusan MK cukup aneh, karena ada beda interpretasi atas Undang-Undang (migas) yang sama oleh MK era Jimly Assiddiqie dan MK era Mahfud MD," ujarnya kepada Rakyat Merdeka, Selasa (13/11).
Namun, kata dia, pihaknya menerima keputusan MK tersebut. Tapi, lanjutnya, di masa peralihan ini segera diputuskan lembaga mana yang akan bertanggung jawab terhadap industri migas. Menurutnya, dengan keputusan tersebut akan membuat negara mudah terkena resiko tuntutan hukum dari luar seperti Pertamina pada kasus Karaha Bodas.
Apalagi dengan vakumnya BP Migas, investasi migas di 2013 senilai 19 milyar dolar AS akan terkatung-katung karena belum ada persetujuan. Dan ini potensi tuntutan hukum sangat besar.
"Jadi tindak lanjut keputusan MK harus diambil langkah kongkrit perihal pelaksanaan tugas BP Migas sebelumnya. Agar jangan ada tuntutan hukum di kemudian hari," katanya.
Di industri migas, kata dia, perlu wakil seperti BP Migas sehingga bebas dari intervensi tidak seperti di pertambangan mineral dan batu bara yang dikelola penuh oleh pemerintah tapi penerimaan negara sangat kecil di banding jumlah badan usahanya. [rmol/hta]
KOMENTAR ANDA