Sebagai sosok proklamator bangsa dan pejuang kemerdekaan nasional, nama besar mantan Presiden RI pertama, Soekarno, bukan saja merupakan bukti sejarah yang harus selalu dikenang dengan tinta emas oleh semua elemen kebangsaan di tanah air.
Namun lebih dari itu, semangat dan cita-cita perjuangan Bung Karno seharusnya diwarisi oleh generasi penerus kemerdekaan guna menjaga harkat bangsa dan nilai-nilai keindonesiaan yang mandiri.
"Tapi, inilah persoalan moralitas yang kita hadapi, dengan melihat generasi penerus maupun para pemimpin bangsa hingga kini tak pernah terikat dengan warisan kepahlawanan yang diperjuangkan Bung Karno,"kata Ketua Dewan Direktur Lembaga Kajian Publik Sabang-Merauke Circle (SMC), Syahganda Nainggolan di Jakarta, Jumat (9/11).
Ia mengungkapkan hal itu terkait momentum hari pahlawan yang jatuh pada 10 November ini, dengan menekankan pada sejarah kepahlawanan Soekarno.
Sementara itu, lanjut Syahganda, bangsa-bangsa lain di dunia baik Afrika, Asia, dan Amerika Latin tergolong masih menghargai kebesaran Soekarno, karena diakui menjadi ‘legenda’ sekaligus spirit bagi pembebasan negara-negara berkembang saat menghadapi era imperialisme negara-negara kolonial barat di masa lalu.
"Bahkan, para pemimpin dunia yang begitu populer membangun karakter nasionalisme negaranya di abad moderen seperti Mahathir Mohamad, Mahmoud Ahmadinejad, Nelson Mandela, dan Hugo Chavez pun membanggakan perjalanan Soekarno, termasuk tak pernah menolak jika kepemimpinannya yang keras menghadapi dominasi politik dan kepentingan enonomi negara barat, dipandang mengikuti corak Soekarno," jelasnya.
Menurut Syahganda, para pemimpin bangsa dan generasi muda Indonesia pantas berkaca kepada para tokoh dan masyarakat bangsa lain, yang ternyata bisa mewarisi fenomena kekuatan Soekarno untuk ditumbuhkan dalam masa kekinian.
"Kalau orang lain saja bisa, mengapa kita tidak mau menggunakan agenda dan warisan yang dicita-citakan Soekarno, demi membuat kemajuan Indonesia untuk seluruh rakyat tanpa adanya tekanan mana pun," tambah Syahganda.
Ia menilai, kepemimpinan bangsa dan umumnya generasi muda dewasa ini, memang tidak lagi meletakkan hasrat kebangsaannya pada kehormatan nasional, sebagaimana pernah dilakukan Soekarno bersama sejumlah pejuang kemerdekaan dengan sepenuhnya mengokohkan akar nasionalisme Indonesia.
"Kepemimpinan nasional yang ada dalam pucuk negara, partai politik, dan di sebagian lapisan kepemudaan justru menngembangkan sikap individualisme yang melupakan aspek kesejahteraan rakyat. Kemudian pada sisi lain, kehidupannya banyak terjebak dalam kecenderungan hedonisme-materalistik yang mengagungkan nilai-nilai kapitalisme asing," ujar anggota dewan pengarah Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung (IA-ITB) Pusat ini.
Sedangkan terkait gelar pahlawan nasional yang diberikan untuk Soekarno, Syahganda mengatakan penghargaan tanda jasa itu sebagai momentum guna merefleksikan semangat berbangsa yang pernah dihadirkan Soekarno, yakni mengarahkan aspek kejayaan Indonesia dan membangun mandat kepemimpinan nasional prorakyat.
Ia juga mencontohkan, kepemimpinan Presiden Amerika Serikat, Barrack Obama, merupakan figur yang menegaskan pemihakan pada persoalan rakyat dan nasib kaum pekerja. [rmol/hta]
KOMENTAR ANDA