post image
KOMENTAR
Kekerasan mematikan antara etnis Muslim Rohingya dan warga Budha di Negara Bagian Rakhine, barat Myanmar, membetot perhatian masyarakat internasional. Gara-gara masalah dalam negeri Myanmar, ASEAN pun malu hati karena tidak dapat meng-handle anggotanya.

Dalam lima tahun belakangan, Myanmar terus menjadi sorotan di forum internasional. Dulu, Myanmar "digebuki soal Suu Kyi", sekarang, Myanmar dikritisi mengenai nasib warga etnis Rohingya.

Puluhan orang tewas dan lebih dari 100 ribu mengungsi akibat bentrokan antara Rakhine Budha dan Muslim Rohingya sejak Juni, memberikan bayangan buruk atas reformasi politik Myanmar yang selama ini dipuji.

"Tentu saja ada hubungannya dengan Rohingya. Negara bagian Rakhine adalah isu yang memprihatinkan bagi negara Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), bagi masing-masing negara ASEAN," kata Menteri Luar Negeri (Menlu) Marty Natalegawa di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN-Eropa (ASEM) di di ibu kota Laos, Vientiane, kemarin.

"Kami (Indonesia) berharap sangat banyak kepada Myanmar agar dapat mengatasi masalah ini dengan cara positif, dengan cara yang sama melalui proses demokrasi menyeluruh," tegas Natalegawa.

Negara-negara Barat menuduh ASEAN menutup mata terhadap pelanggaran hak asasi manusia (HAM) oleh para jenderal, yang bertugas di Myanmar, selama beberapa dasawarsa.

Namun, serangkaian reformasi politik di bawah Presiden Thein Sein, termasuk pembebasan tahanan politik dan pemilihan Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi kepada parlemen, telah membawa perubahan besar.

Inggris menyerukan Myanmar untuk memecahkan status kewarganegaraan Muslim Rohingya yang terjebak dalam kekerasan sektarian mematikan di titik api negara bagian barat.

"Kami ingin masalah-masalah seperti itu, masalah status orang Rohingya yang belum terselesaikan ditangani oleh seluruh pemimpin politik di Burma," kata Menlu Inggris William Hague.

"Itu adalah masalah yang menjadi perhatian utama bagi kami. Saya bisa dipastikan akan mengangkat masalah dengan para pemimpin Burma di sini ketika saya berkesempatan untuk melakukannya," kata Hague di depan KTT yang menyatukan puluhan pemimpin dari Asia dan Eropa, termasuk Presiden Myanmar Thein Sein.

Sekitar 800.000 warga Rohingya Myanmar yang tak bernegara dipandang Myanmar dan banyak negara sebagai imigran gelap dari Bangladesh. Mereka menghadapi diskriminasi parah menurut aktivis telah menyebabkan keterasingan yang dalam. Rohingya disebut PBB sebagai kelompok minoritas yang paling teraniaya.

Peraih Nobel perdamaian Aung San Suu Kyi juga telah mengecewakan para aktivis HAM internasional dengan reaksi yang ditunjukkannya. Yakni, Suu Kyi tidak akan menggunakan 'moral kepemimpinannya' untuk mendukung Rohingya. [rmol/hta]

PHBS Sejak Dini, USU Berdayakan Siswa Bustan Tsamrotul Qolbis

Sebelumnya

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN NELAYAN (KPPI) DALAM MENGATASI STUNTING DAN MODIFIKASI MAKANAN POMPOM BAKSO IKAN DAUN KELOR DI KELURAHAN BAGAN DELI

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Peristiwa