Pemeriksaan bekas Sesmenpora, Wafid Muharram, oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam perkara korupsi pembangunan sekolah olahraga nasional (SON) di Hambalang, Sentul, Bogor batal dilaksanakan.
Pengacara Wafid, Rudi Alfonso mengatakan hal itu ketika dijumpai di kantor KPK, Jakarta Selatan sesaat tadi. Rudi mengatakan, pemeriksaan yang sedianya berlangsung mulai pagi tadi itu batal lantaran kliennya tidak mendapatkan ijin untuk meninggalkan rutan cipinang.
"Dia tidak jadi datang karena surat izinnya belum keluar," kata Rudy di kantor KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta (Senin, 5/11).
Wafid memang sudah beberapa kali diperiksa dalam kasus yang telah menjerat Dedy Kusdinar sebagai tersangka tersebut. Saat ini, dia tengah ditahan di Rutan Cipinang lantaran terlibat dalam perkara korupsi wisma atlet.
Dalam kasus korupsi Hambalang, Wafid juga disebut sebut ikut terlibat. Berdasarkan hasil audit tahap pertama, BPK yang dibacakan di Gedung MPR/DPR RI oleh Ketua BPK, Hadi Purnomo menyimpulkan ada 11 indikasi penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan dan penyalahgunaan wewenang dalam proyek Hambalang. Di mana, menyebutkan nama Menpora Andi Mallarangeng yang dianggap melakukan pembiaran.
Disebutkan, Sesmenpora, Wafid Muharam menandatangani surat permohonan persetujuan kontrak tahun jamak tanpa memperoleh pendelegasian dari Menpora sehingga diduga melanggar PMK 56/PMK.02/2010. Sedangkan, Menpora diduga membiarkan SesKemenpora melaksanakan wewenang Menpora dan tidak melaksanakan pengendalian dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam PP 60 tahun 2008.
Kemudian, Sesmenpora menetapkan pemenang lelang konstruksi dengan nilai di atas Rp 50 miliar tanpa memperoleh pendelegasian dari Menpora sehingga diduga melanggar Keppres 80 Tahun 2003. Dan Menpora diduga membiarkan SesKemenpora melaksanakan kewenangan Menpora dan tidak melaksanakan pengendalian dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam PP 60 Tthun 2008.
Ditambah lagi, dengan dugaan adanya rekayasa proses pelelangan pekerjaan konstruksi untuk memenangkan Adhi Karya dan Wijaya Karya. Dengan cara, mengumumkan lelang dengan informasi yang tidak benar dan tidak lengkap, kecuali kepada Andi Karya dan Wijaya Karyayang diduga melanggar Keppres 80 tahun 2003.
Kemudian, untuk mengevaluasi kemampuan dasar Kerjasama Operasional (KSO) antara Adhi Karya dan Wijaya Karya digunakan dengan cara menggabungkan dua nilai pekerjaan. Sedangkan, peserta lain digunakan nilai proyek tertinggi sehingga menguntungkan dua perusahaan plat merah tersebut. Sehingga, melanggar PP 29 Tahun 2000, Keppres 80 Tahun 2003, dan Permen PU 43 Tahun 2007. [rmol/hta]
KOMENTAR ANDA