Untuk mendorong investasi di daerah, pemerintah harus segera membenahi Peraturan Perundang-Undangan Pelaksanaan Otonomi Daerah (Otda). Sebab, aksi pemerasan yang diduga dilakukan oknum pejabat daerah terhadap investor makin merajalela.
"Pembenahan Otda harus segera dilakukan. Sekarang modus atau cara mereka melakukan pemerasan sudah mulai terungkap atau semakin jelas, misalnya dalam kasus Buol," kata anggota DPR dari Fraksi PKS Indra di Jakarta, kemarin.
Kasus pemerasan, lanjutnya, tak hanya di Buol, tapi juga terjadi di tempat lain di Indonesia. "Kalau ini tidak disikapi secara serius, saya rasa ada keengganan para investor untuk berinvestasi karena ada raja-raja kecil," katanya.
Menyitir hasil riset Bank Dunia, menurut Indra, salah satu hambatan dalam berinvestasi di daerah karena adanya praktik pungutan liar (pungli), selain masalah infrastruktur.
Indra berharap kalangan pengusaha tidak tinggal diam ketika ada pungutan liar atau pemerasan yang dibebankan kepadanya oleh pemerintah setempat.
"Kalau pengusaha merasa tidak layak diinjak-injak, dia harus melakukan perlawanan. Seharusnya negeri ini ramah terhadap pengusaha dan memberikan ruang. Bagaimana pun pengusaha mempunyai kontribusi untuk memberikan pekerjaan dan pajak," sebutnya.
Ketua Dewan Perkawilan Dae-rah (DPD) Irman Gusman sependapat Otda mesti dibehani. Irman mengatakan, Otda jadi kata kunci percepatan perwujudan kemakmuran daerah yang terabaikan selama era sebelumnya. Namun, realitasnya, setelah 11 tahun berlalu (2001-2012), pencapaian tujuan Otda masih jauh dari harapan.
"Kami berharap, Otda bisa diperbaiki guna memberikan rasa aman kepada investor yang ingin invetasi di daerah. Dengan begitu, kemajuan dan kesejahteraan daerah bisa dirasakan langsung oleh masyarakat," kata Irman.
Anak buah pengusaha Hartati Murdaya yang menjadi tersangka kasus Buol, Provinsi Sulawesi Tengah, Gondo Sudjono, meminta kepada majelis hakim memutus dirinya bebas karena telah menjadi objek penderita, korban pemerasan dan permintaan uang dengan memaksa yang dilakukan secara terus-menerus oleh Bupati Buol Amran Batalipu.
Terdakwa kasus Buol ini menyampaikan itu saat membacakan nota pembelaan (pleidoi) di depan sidang yang dipimpin Hakim Gusrizal di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (1/11).
Dalam pledoinya, Gondo menyatakan, Bupati Buol Amran Batalipu saat itu secara terus-menerus mendesak dan memaksa meminta uang kepada PT Hardaya Inti Plantation (HIP). [rmol/hta]
KOMENTAR ANDA