Pemberontak Suriah menduduki persimpangan jalan strategis di baratlaut, yang menghambat kemampuan pemerintah mengirim pasukannya ke kota Aleppo. Aksi pemberontak memaksa pasukan pemerintah mundur dari posisi terakhir mereka di daerah Saraqep.
Saraqeb berada di jalan raya utama menuju Aleppo dari Damaskus, dan terhubung dari pelabuhan Mediterania di Latkia. Tentara kehilangan kekuasaan atas seluruh kecuali tiga pos pemeriksaan di daerah itu.
"Tentara mundur dari pos pemeriksaannya yang terakhir di daerah Saraqeb,"kata Direktur Badan HAM Observatrium, Rami Abdel Rahman kepada AFP.
Pasukan pemerintah Suriah dan oposisi terus saling menghancurkan dan saling gempur meskipun upaya diplomatik internasional untuk meredakan 19 bulan gejolak terus dilakukan.
Pasukan pemerintah mengalami korban tewas yang sangat tinggi hingga 78 orang tewas dalam serangan pemberontak, Kamis, setelah pemberontak menjatuhkan bom pada posisi-posisi di seluruh negeri yang membunuh ratusan orang, menurut organisasi HAM Observatorium yang berbasis di Inggris.
Sebuah video secara online muncul pada Kamis (1/11) menunjukkan, para pemberontak mengeksekusi 20 tentara Suriah di Provinsi Idlib.
Menurut perkiraan PBB, lebih dari 20.000 orang, yang sebagian besar warga sipil, dilaporkan telah tewas di Suriah sejak krisis negara itu dimulai pada Maret 2011. Lebih lanjut, 2,5 juta warga Suriah sangat membutuhkan bantuan kemanusiaan dan lebih dari 340.000 orang telah menyeberangi perbatasan ke negara-negara tetangga seperti Lebanon, Yordania, Turki dan Irak.
Bantuan Bagi Anti Pemerintah
Kelompok oposisi utama Suriah, Dewan Nasional Suriah (SNC) menerima bantuan internasional 40,4 juta dolar AS sejak dibentuk setahun lalu, separuh dari itu berasal dari Libya. Libya menyumbang 20,4 juta dolar, disusul 15 juta dolar dari Qatar dan lima juta dolar dari Uni Emirat Arab.
SNC mengatakan 29,7 juta dolar dari dana itu dikumpulkan sejak organisasi itu dibentuk Oktober 2011. Dana itu digunakan untuk operasi-operasi pertolongan dan bantuan kepada sejumlah daerah negara itu yang dilanda konflik dan pengungsi di negara-negara tetangga.
Sisa 11 persen untuk pelayanan administratif dan komunikasi, kata kelompok itu dalam satu pernyataan yang untuk pertama kali merinci bantuan internasional yang diterimanya. [rmol/hta]
KOMENTAR ANDA