post image
KOMENTAR
Pemerintah bisa menaikkan harga BBM subsidi tahun depan tanpa persetujuan DPR, meski langkah itu belum terpikirkan. Namun, hal itu ditolak elite Senayan.

Menteri Perencanaan Pem­bangunan Nasional/Badan Pe­ren­canaan Pembangunan Na­sional (PPN/Bappenas) Armida S Ali­sjah­bana mengatakan, soal sub­sidi energi pemerintah tetap akan mengacu pada Anggaran Pen­dapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Kalau yang lain-lain­nya (ke­naikan) akan disesuaikan de­ngan perkembangan," katanya.

Untuk diketahui, Pasal 8 ayat 10 Undang Undang Anggaran Pen­dapatan dan Belanja Negara (APBN) 2013 menyebutkan, be­lanja subsidi BBM bisa dise­su­aikan dengan kebutuhan reali­sasi tahun anggaran berjalan.

Menurut Armida, pihaknya akan tetap bergerak dengan pa­ra­meter subsidi energi yang su­dah disetujui dalam APBN se­besar Rp 274,7 triliun dengan vo­lume 46 juta kiloliter, prog­ram peng­hematan juga akan te­rus berjalan. Sedangkan listrik tahun depan akan ada penye­suaian 15 persen.

Anggota Komisi XI DPR Arif Budimanta mengatakan, meski ada pasal tersebut, jika terjadi perubahan kuota ataupun pe­nam­­bahan jumlah subsidi dan terkait dengan APBN, tetap ha­rus mela­lui persetujuan DPR.

"Pemerintah memiliki ke­we­nangan untuk melakukan peru­bahan harga BBM, tetapi sepan­jang menyangkut keuangan ne­gara harus tetap melalui perse­tujuan DPR," katanya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Anggota Komisi VII DPR Bobby Rizaldi menyatakan, Pasal 8 ayat 10 UU APBN itu me­ru­pakan bentuk dukungan DPR agar pemerintah mem­pu­nyai ke­leluasaan melakukan pe­nye­su­aian harga BBM jenis tertentu, elpiji dan LGV.

Menurut dia, hal itu diperlukan untuk mengantisipasi deviasi realisasi asumsi APBN, berda­sarkan kemampuan keua­ngan negara. "Dalam APBN 2011 dan 2012 sebenarnya sudah di­mulai dengan memberikan ba­tas-batas tertentu, seperti pe­nye­suaian atas kenaikan ICP (Indo­nesia Crude Price)," terang Bobby.

Bobby mengatakan, dalam Un­dang-Undang (UU) APBN 2013 lebih diberikan fleksibilitas ke­pada pemerintah. Dengan dina­mika fluktuasi harga minyak du­nia yang sangat intens, perlu ke­cepatan pengambilan keputu­san oleh pemerintah terkait harga BBM subsidi untuk menjaga agar disparitas tidak terlalu jauh.

"Pemerintah bisa menye­suaikan harga BBM subsidi kalau diper­lukan sebulan sekali yang bisa naik ataupun turun," cetusnya.

Namun, lanjutnya, hal itu ha­rus dikontrol karena penetapan be­saran subsi­dinya harus mela­lui persetujuan DPR. Mekanis­me ini bisa mem­buat peme­rin­tah lebih disiplin dan akurat meng­hitung kebutu­han subsidi energi agar tepat sasaran.

Kepala Ekonom Danareksa Research Institute Purbaya Yu­dhi Sadewa mengatakan, pe­merintah tidak perlu mengurangi atau bah­kan menghilangkan sub­­sidi ener­gi dari porsi APBN. Menurutnya, pengu­rangan subsi­di energi tak ber­manfaat jika rea­lisasi belanja negara tidak optimal.

"Peker­jaan rumah peme­rintah yang paling besar adalah mem­perbaiki penyerapan anggaran. Jika subsidi dikurangi, sema­kin banyak uang di kantong pe­me­rin­tah yang tidak masuk sistem ke­uangan. Ekonomi pun bisa man­dek," ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Keua­ngan (Menkeu) Agus Martowar­dojo mengklaim dapat menaik­kan harga BBM tanpa memer­lukan persetujuan DPR dengan adanya Pasal 8 ayat 10 dalam UU APBN 2013.

"Pasal 8 ayat 10 memang isi­nya memberi kewenangan untuk melakukan penyesuaian harga energi, apabila asumsi makro ataupun parameter yang ada di APBN terjadi perubahan," kata Agus. [rmol/hta]

Kemenkeu Bentuk Dana Siaga Untuk Jaga Ketahanan Pangan

Sebelumnya

PTI Sumut Apresiasi Langkah Bulog Beli Gabah Petani

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Ekonomi