post image
KOMENTAR
  China merasa gerah disudutkan dalam debat capres Amerika Serikat (AS) antara sang incumbent Barack Obama dengan rivalnya Mitt Romney. Beijing mendesak kedua capres AS itu tidak menyulut api ketegangan dengan negeri Tirai Bambu.

Menurut juru bicara Ke­men­terian Luar Negeri China Hong Lei, politisi AS seharusnya me­nyikapi kemajuan China secara obyektif dan rasional dan harus berbuat lebih banyak demi kerja sama dan rasa saling percaya antara China-AS.

"Perkembangan hubungan China-AS yang stabil memenuhi kepentingan mendasar kedua negara dan kedua pihak, juga kondusif bagi kemakmuran, sta­bilitas dan perdamaian dunia dan kawasan," kata Hong.

Sepanjang debat capres ter­akhir pada 22 Oktober di Boca Raton, Florida Florida, AS, kedua kan­didat sama-sama meng­kritik kebijakan perdagangan China yang dianggap tak mengikuti aturan yang ada. Baik Obama dan Romney berjanji untuk ber­tindak tegas terhadap China.

"Mereka mengambil peke­r­ja­an. Mereka mencuri properti in­telektual kita, paten kita, desain kita, teknologi kita, menyusup ke dalam sistem komputer kita, me­malsukan produk-produk ki­ta," ruding Romney dalam debat.

"China merupakan musuh dan juga mitra potensial bagi dunia internasional jika mereka meng­ikuti aturan," timpal Obama da­lam debat capres.

Sejumlah media China, Xin­hua, menyoroti atmosfer anti-China yang sangat kental dalam debat capres AS tersebut. Me­nurut media itu,"Bersedia atau tidak, baik Demokrat maupun Republik, presiden AS selan­jut­nya pasti akan mengurangi re­torika bertindak tegas ter­hadap China yang diucapkan da­lam kampanyenya."

Yang menarik, warga China yang getol menggunakan inter­net atau sering disebut sebagai Ne­tizens, mengaku kagum de­ngan penampilan Obama dan Rom­ney. Mereka tampaknya tidak be­gitu peduli dengan argu­men Romney yang mengkritisi China dengan kata-kata kasar dan sinis.

Bahkan yang menggelitik ada­lah harapan mereka agar ada per­tunjukan serupa yang mereka se­but sebagai ‘teater demokratis’ di negara mereka.

Kebetulan, Partai Komunis Chi­na sedang mempersiapkan transisi kepemimpinan beberapa hari setelah pemilu AS usai. Sa­yangnya, tidak ada debat seru dan cerdas jelang pemindahan kepe­mimpinan di sana.

"Meski menganut sistem satu partai, akan lebih bagus jika di­adakan pemilihan kompetitif dan pertunjukan politik ini (se­perti di AS diadopsi) China," kata ko­mentator bernama Gu­li­ye­weiqi. Dia menyebut ke­sem­patan itu bagaikan hal me­wah di China.

Menjelang pergantian jajaran pe­mimpin China November, Partai Komunis China sebagai ke­kuatan tunggal menerapkan kebijakan baru. Mereka mulai me­nang­gal­kan jargon-jargon politik wa­risan pemimpin besar Mao Ze­dong.

Mao sudah dianggap manu­sia setengah dewa. Apapun ti­tahnya harus dilaksanakan dan dihayati sebagai landasan ke­bijakan par­tai dan negara.

Namun, saat akan menggelar kongres yang akan memilih pe­mimpin baru, Partai Komunis Chi­na sudah mulai meninggal­kan jargon-jargon warisan Mao, yang meninggal pada 1976. Se­lain ka­ta-kata dari pemikiran Mao, PKC juga mulai mening­gal­kan jargon Marxisme-Leninisme.

Ini terlihat saat Dewan Po­litbiro Partai Komunis China di Ibukota Beijing Senin (22/10) mengumumkan agenda kongres pada November mendatang. Salah satu agendanya adalah aman­demen konstitusi partai, yang juga menjadi landasan hukum bagi China.

Kalangan pengamat politik China menyambut baik peru­bahan pola pikir Partai Komunis itu. "Ini sangat signifikan," kata Zheng Yongnian, Direktur Ins­ti­tut Asia Timur di Universitas Na­si­o­nal Singapura.  [rmol/hta]

PHBS Sejak Dini, USU Berdayakan Siswa Bustan Tsamrotul Qolbis

Sebelumnya

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN NELAYAN (KPPI) DALAM MENGATASI STUNTING DAN MODIFIKASI MAKANAN POMPOM BAKSO IKAN DAUN KELOR DI KELURAHAN BAGAN DELI

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Peristiwa