Fraksi partai Hanura menolakan disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Keamanan Nasional (Kamnas). RUU ini dikhawatirkan akan berbenturan dengan peraturan perundang-undangan lainnya yang berpotensi kuat terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan demokrasi.
"Kita menilai bahwa ini membelenggu hak-hak sipil dan berpotensi pelanggaran HAM dan demokrasi," ujar Anggota Pansus, Sarifuddin Suding di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (23/10).
Meskipun Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) Sjafrie Sjamsoedin telah menyambangi beberapa fraksi, dan Hanura adalah satu dari sekian yang dilobi, toh hati nurani rakyat (Hanura) tetap bersikukuh menolaknya. Menurutnya proses lobi yang dilakukan pemerintah tak berpengaruh terhadap pandangan Hanura.
"Tidak ada pengaruhnya. Hanura tidak pernah berkhianat dan selalu konsisten dalam mengambil sikap," terangnya.
Anggota Komisi Hukum ini lebih berpandangan RUU Kamnas memang telah dikembalikan ke pemerintah. Namun belakangan pemerintah mengembalikan ke DPR tanpa ada perbaikan dalam RUU Kamnas tersebut.
Karena itulah DPR kembali mengembalikan ke pemerintah. Namun katanya, pemerintah tetap 'ngotot' agar RUU Kamnas tetap dilakukan pembahasan oleh DPR. Hal itu menjadi pertanyaan bagi sebagian kalangan anggota dewan atas kekeuhnya pemerintah.
"Ini jadi pertanyaan ini ada apa, kok pemerintah begitu ngotot, dalam hal ini TNI untuk menggolkan RUU Kamnas," tanyanya.
Justru Sudding khawatir jika RUU itu nantinya disahkan menjadi UU, akan berpotensi terjadinya benturan antara TNI dengan kepolisian dalam hal keamanan. Pasalnya dalam penanganan konfilk telah terdapat UU Penanganan Konflik Sosial dalam penyelesaian tersebut.
"RUU Kamnas berpotensi tumpang tindih dengan perundang-undangan lainnya dan membuat ketidakmaksimalan penyelesaian sebuah persoalan. Sebaliknya akan membuat persoalan hukum baru," simpulnya. [rmol/hta]
KOMENTAR ANDA