post image
KOMENTAR
  DPR dipastikan menolak RUU Keamanan Nasional (Kamnas) selama pemerintah tidak merevisi draft yang telah diajukan sebelumnya.

Kepastian ini disampaikan anggota Komisi I dari Fraksi Partai Hanura, Susaningtyas Nefo Handyani Kertopati. Susaningtyas yakin RUU Kamnas ini tak akan bergerak sebab suara Sekretariat Gabungan partai koalisi pun tak bulat. Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), misalnya, dengan tegas menolak draft RUU inisiatif pemerintah itu.

"Meski dari luar koalisi Fraksi Partai Gerindra menerima draft RUU Kamnas, namun Hanura dan PDI Perjuangan menolak," tegas Nuning, panggilan akrab Susaningtyas, kepada Rakyat Merdeka Online beberapa saat lalu (Senin, 22/10).

Nuning pun yakin pembahasan RUU Kamnas bakal deadlock bila pemerintah tak merevisi sejumlah draft. Sementara pertemuan Panja RUU Kamnas dengan pemerintah, Selasa besok, akan berlangsung tanpa diskusi, dengan posisi pemerintah menjelaskan dan fraksi akan mempelajari untuk memberikan pandangan.

"Jika substansinya tidak sesuai harapan, ya bisa saja kami tetap nolak," kata Nuning.

Penolakan Fraksi Partai Hanura ini bukan tanpa sebab. Di mata Hanura, ada beberapa pasal karet dalam RUU itu. Salah satunya tentang definisi keamanan nasional maupun ancaman nasional yang tak terukur. Pasal itu berpotensi disalahgunakan penguasa demi kepentingan politik.

"Pasal karet bisa melahirkan multitafsir karena bersifat elastis. Sebelum diajukan ulang ke DPR, seyogianya pemerintah memperbaiki pasal-pasal karet itu," terang Nuning.

Nuning juga mengkritisi Pasal 54 (e) dan Pasal 22 jo pasal 23 RUU Kamnas versi pemerintah. Bunyinya, Dewan Keamanan Nasional punya hak dan kuasa khusus menyadap, menangkap, memeriksa, dan memaksa orang yang dianggap bisa mengganggu keamanan nasional.

"Ini pelanggaran HAM. Pasal itu menjadi lex spesialis dengan Pasal 59 sebagai payung hukum menghapus UU lainnya, termasuk UU nomor 3 tentang Pertahanan Negara," jelas Nuning.

Isi Pasal 22 jo pasal 23 RUU Kamnas, tegas dia, memberi peran luas kepada Badan Intelijen Negara (BIN) sebagai penyelenggara Kamnas. Selanjutnya, pasal 10, pasal 15 jo pasal 34 tentang darurat sipil dan militer sudah tidak relevan lagi bila acuannya pada UU Keadaan Bahaya.

"Pasal 17 (4) juga berpotensi membahayakan demokrasi dan bersifat tirani karena menyebutkan ancaman potensial dan non-potensial diatur dengan keputusan presiden. Karena itu jika dibahas tak mungkin selesai dalam periode DPR ini. Masih perlu pembenahan redaksional, substansi, terminologinya," demikian Nuning. [rmol/hta]

PHBS Sejak Dini, USU Berdayakan Siswa Bustan Tsamrotul Qolbis

Sebelumnya

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN NELAYAN (KPPI) DALAM MENGATASI STUNTING DAN MODIFIKASI MAKANAN POMPOM BAKSO IKAN DAUN KELOR DI KELURAHAN BAGAN DELI

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Peristiwa