post image
KOMENTAR
Pemilihan umum di Tepi Barat Palestina sepi peminat. Pemilu pertama dalam enam tahun terakhir, Sabtu (20/10), hanya diikuti separuh dari pemilih terdaftar, kata se­jum­lah pejabat resmi lembaga pe­milihan umum setempat.

Sekitar 55 persen pemilih memberikan suaranya dalam pemilu yang diboikot ke­lom­pok garis keras Hamas ini, namun pemilihan berjalan da­mai dan tenang.

Kubu Hamas menilai pemilu ini tak ada artinya karena mes­tinya baru digelar kalau Fatah dan Hamas sudah berdamai.

“Kami minta hal memalukan ini dihentikan,” kata juru bicara Hamas Fawzi Barhoum. Se­ba­liknya seorang penasehat se­nior pemimpin Fatah yang juga menjabat sebagai Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Saeb Erekat, mengatakan Ha­mas tak bisa mem-veto hak rakyat berdemokrasi.

Dalam hasil hitung cepat kemarin, pendukung Fatah bersuka cita setelah mendengar bahwa kubu mereka berhasil menang. Tapi, beberapa warga Palestina justru menganggap bahwa tidak ada gunanya men­jalankan pemilu.

“Sudah banyak warga kami didera masalah.Apakah pemilu akan menyelesaikan masalah kami, tentu tidak,” ujar Mo­ham­med Nasser, seorang akuntan.

Pemilu ini dilangsungkan di tengah situasi kritis dimana kehidupan warga Palestina makin hari makin buruk akibat embargo ekonomi dan pen­dudukan Israel. Minimnya ke­ikutsertaan pemilih dipandang sebagai isyarat akan makin apatisnya rakyat Palestina ter­hadap politisi yang me­mim­pin mereka.

“Fatah mengalami dua krisis berat, kegagalan proses per­damaian dan kegagalan pe­me­rintah menyediakan gaji dan layanan publik yang layak,” ujar pengamat Palestina Bas­sem Zbaidi.  “Pemilu ini dige­lar hanya untuk mendapatkan legitimasi, tapi hasilnya pemilu juga tidak berjalan baik,” imbuhnya.

Hal ini diperjelas dengan dukungan yang tidak bertam­bah besar untuk kelompok Fatah, dan bahkan di beberapa daerah dukungan diberikan pada calon anggota Dewan Kota yang menentang kandidat dari partai Presiden Abbas.

Pemerintahan Abbas hingga kini masih harus memutar otak menghadapi kebangkrutan ekonomi dan tunggakan pem­bayaran gaji pegawai selama berbulan-bulan.

Sekitar setengah juta orang memiliki hak suara untuk me­nentukan anggota Dewan di 93 kota dan desa di Tepi Barat, dengan memilih daftar calon. Di 179 komunitas lainnya, warga dengan musyawarah memilih untuk menetapkan mekanisme pembagian ke­kuasaan dan me­mu­tuskan tak perlu menggelar pemilu. Se­mentara di 82 desa tak ada satu pun kandidat.

Saat ini sudah lebih dari se­paruh suara dihitung dan calon-calon kubu Fatah telah me­me­nangkan 10 dari 15 kursi di kota terbesar di Tepi Barat, Hebron. Meski begitu oposan partai Fatah justru menang di Nablus dan Ramallah, juga Jenin kata peja­bat pemilihan. [rmol/hta]

 

PHBS Sejak Dini, USU Berdayakan Siswa Bustan Tsamrotul Qolbis

Sebelumnya

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN NELAYAN (KPPI) DALAM MENGATASI STUNTING DAN MODIFIKASI MAKANAN POMPOM BAKSO IKAN DAUN KELOR DI KELURAHAN BAGAN DELI

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Peristiwa