Sumpah Pemuda lahir dari ketulusan hati nurani para pemuda untuk membebaskan bangsa Indonesia dari belenggu penjajah.
Pada waktu itu, para pemuda lintas suku, budaya, dan agama terpanggil untuk bersatu melawan penjajah Belanda. Semua perbedaan yang ada disisihkan dan bersatu dalam semangat anti penjajahan dan penindasan.
Demikian disampaikan Ketua Umum PP. Pemuda Muhammadiyah, Saleh P. Daulay, dalam diskusi nasional "Indonesia Hari ini: Perlukah Sumpah Pemuda kedua?" yang diselenggarakan di kantor Kosgoro, di Jalan Cik Ditiro Jakarta Pusat, Rabu malam (17/10).
"Semangat Sumpah Pemuda seperti itu terasa sangat dibutuhkan saat ini. Bila dulu musuhnya adalah penjajah asing, sekarang ini musuhnya bisa jadi bangsa sendiri. Kalau dulu atas dasar nasionalisme kita mengusir penjajah asing, sekarang atas dasar nasionalisme sekelompok orang justru menjajah saudara sebangsa sendiri," ujar Saleh.
Penjajahan atas bangsa sendiri itu, lanjut Saleh, lebih jelas terlihat dalam bidang ekonomi. Adalah fakta yang nyata bahwa kue kemerdekaan dan pembangunan hanya dinikmati oleh sekelompok kecil orang saja. Selebihnya masih berjuang dan bertarung untuk bisa bertahan hidup.
"Oleh karena terdapat kesamaan motif antara dulu dan sekarang, maka semangat Sumpah Pemuda menjadi penting untuk dihidupkan dan digalakkan. Seluruh komponen bangsa harus menciptakan apa yang disebut sebagai common enemy (musuh bersama). Dengan menciptakan musuh bersama, persatuan dan kebersamaan akan mudah diciptakan".
Menurut Saleh, musuh bersama itu bisa ditemukan dalam berbagai dimensi kehidupan berbangsa. Kemiskinan, kebodohan, dekadensi moral, dan ketidakadilan adalah beberapa contoh yang dapat disebutkan. Dengan menciptakan musuh bersama, perbedaan suku, budaya, dan agama tidak akan menjadi masalah lagi. Pada akhirnya, orientasi semua anak bangsa akan tertuju pada penciptaan masyarakat adil dan makmur. [rmol/hta]
KOMENTAR ANDA