Pembacaan amar putusan (vonis) terdakwa perkara korupsi alokasi anggaran Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID), Wa Ode Nurhayati batal dilakukan. Alasannya, Majelis hakim belum merampungkan amar putusan milik bekas anggota Banggar DPR asal fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut.
"Surat putusan belum siap," kata Ketua Majelis Hakim Suhartoyo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, di Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta (Selasa, 16/10).
Makanya, majelis hakim memutuskan untuk menunda jalannya persidangan pada pekan depan.
"Nanti akan dijadwalkan ulang pada Kamis (18/11)," tambah dia.
Dua pekan lalu, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut Wa Ode Nurhayati empat tahun penjara dalam kasus suap dana DPID. Selain itu, dia dikenai denda Rp 500 juta. JPU juga mendakwa Wa Ode Nurhayati dengan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang dan menuntut dengan hukuman 10 tahun bui dan denda Rp 500 juta.
Wa Ode Nurhayati didakwa menerima suap Rp 6,5 miliar dari tiga pengusaha, yakni Fahd El Fouz atau Fahd A. Rafiq, Paulus Nelwan, serta Abram Noach Mambu. Pemberian itu terkait pengalokasian dana penyesuaian infrastruktur daerah (DPID) pada 2011. Fahd sudah diajukan dalam persidangan pada Jumat pekan lalu. Dia menyatakan 90 persen dakwaan jaksa benar.
Selain itu, Wa Ode Nurhayati didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang. Mantan anggota Badan Anggaran DPR-RI itu dianggap memiliki harta dengan jumlah tidak wajar serta sengaja tidak melaporkan semua asetnya sebagai penyelenggara negara.
Atas perbuatannya itu, Wa Ode pun dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 5 Ayat 2 dan atau Pasal 11 undang-undang yang sama. Ancaman hukumannya maksimal 20 tahun penjara. Jaksa juga menjerat Wa Ode dengan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU), yakni Pasal 3 atau Pasal 4 atau Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU. [rmol/hta]
KOMENTAR ANDA