post image
KOMENTAR
Setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan UU No. 32/ 2002 tentang penyiaran tidak bersifat multitafsir, Koalisi Independen Untuk Demokratisasi Penyiaran (KIDP) pun akan menempuh jalur hukum dengan menggugat pemerintah, dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), dan Bapepam LK, secara pidana maupun perdata.

KIDP menilai, implikasi perintah putusan MK adalah pemerintah harus mengembalikan frekwensi sebagai domain publik kepada negara dari praktek monopoli yang dilakukan segelinntir pemilik media bermodal besar. Selain menggugat, KIDP pun akan mengawal proses revisi UU Penyiaran di DPR agar lebih sesuai dengan nilai-nilai demokrasi dan keadilan sosial.

"Dua langkah ini yang akan kami tempuh, terutama menggugat pemerintah secara pidana dan perdata, baik Kemenkominfo, KPI maupun Bapepam Lk, dimana gugatan untuk ketiga lembaga itu akan dilakukan secara terpisah," kata Koordinator KIDP, Eko Maryadi, dalam keterangan tertulis beberapa saat lalu (Senin, 15/10)

Eko menjelaskan, perintah MK dalam putusan uji materi UU Penyiaran menjadi dasar KIDP menggugat pemerintah, karena MK memerintahkan pemerintah untuk menjalankan UU Penyiaran secara konsisten, terutama menertibkan berbagai pelanggaran berupa praktik-praktik monopoli dan pemindahtanganan frekwensi Lembaga Penyiaran Swasta (LPS). Putusan MK walau menolak gugatan KIDP, namun justru mendukung substasi gugatan bahwa tidak ada multitafsir atas UU No 32/2002 tentang Penyiaran.

"Pemerintah harus tegas melarang segala praktek monopoli kepemilikan lembaga penyiaran swasta, melarang memindahtangankan izin penyiaran dan mendukung diversity of content dan diversity of ownership MK sekaligus menggugurkan klaim pemerintah dan pengusaha bahwa UU Penyiaran bersifat multitafsir sebagai pembenaran atas praktek monopoli dan pemindatanganan frekwensi," tegasnya

Selain itu, lanjut Eko, MK juga memerintahkan pemerintah untuk segera menelusuri besaran kepemilikan saham lembaga penyiaran swasta. Menurut MK, pelanggaran-pelanggaran seperti ini terjadi karena pemerintah membiarkan UU Penyiaran dilanggar para pengusaha media. Jika terjadi penyimpangan dalam tataran praktik, maka itu bukan masalah konstitusional, melainkan norma hukumnya dilanggar.

"Karena itu, pemerintah harus menegakkan UU Penyiaran dan aturan pelaksanaannya secara konsisten. Pemerintah juga harus menelusuri kepemilikan saham yang melanggar UU dan aturan pelakasanaanya," demikian putusan MK.

Seperti diketahui, sebelumnya KIDP melakukan uji materi UU Penyiaran ke MK atas sikap pembiaran pemertintah terhadap praktek monopoli frekwensi yang dilakukan sejumlah pengusaha media, seperti kasus terkahir akuisisi PT EMTK atas Indosiar, padahal hal tersebut melanggar hukum karena sebelumnya EMTK telah memiliki SCTV dan O Channel di satu propinsi DKI Jakarta. KIDP juga menggugat pemusatan yang terjadi sebelumnya seperti Transcorp yang memiliki Transtv dan Trans7, Vivanews yang memiliki ANTV dan TVONE, serta MNC grup yang memiliki RCTI, MNCtv dan Globaltv. [rmol/hta]

PHBS Sejak Dini, USU Berdayakan Siswa Bustan Tsamrotul Qolbis

Sebelumnya

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN NELAYAN (KPPI) DALAM MENGATASI STUNTING DAN MODIFIKASI MAKANAN POMPOM BAKSO IKAN DAUN KELOR DI KELURAHAN BAGAN DELI

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Peristiwa