
"Sejak kasus Corby yang mendapat remisi presiden, dan telah mengundang kehebohan nasional, diharapkan Presiden mau belajar dan takkan mengulang lagi. Ternyata tidak!" tulis Hikam dalam akun jejaring sosial miliknya, Jumat (12/10).
Dia katakan, dengan grasi yang merupakan hak prerogatif dari seorang presiden itu, menjadi terkesan "murahan" karena dihadiahkan untuk para gembong narkoba yang sudah jelas merupakan para penghancur bangsa dan generasi muda.
Pertanyaannya, bagaimana kita sebagai bangsa akan melaksanakan pemberantasan narkoba jika presidennya saja malah sering memberi grasi kepada gembong narkoba? Bukankah akan menciptakan "moral hazard" bagi mereka yang bekerja di dalam program pemberantasan narkoba?
"Saya sangat mendukung pandangan Ketua PBNU, Gus Agil Siradj, bahwa dalam hal ini presiden tidak tepat atau menyia-nyiakan hak istimewa yang dijamin Konstitusi itu," kata wakil rektor Presiden University ini.
Seperti diberitakan, Presiden SBY mengabulkan pengajuan grasi dua gembong narkoba Deni Setia Maharwan alias Rapi Mohammed Majid, dan Merika Pranola alias Ola alias Tania. Jurubicara Presiden Julian Aldrin Pasha mengatakan, pemberian grasi tersebut dilakukan SBY atas dasar perhatiannya kepada warga negara Indonesia yang dijatuhi vonis hukuman mati dalam kasus pidana. [rmol/hta]
KOMENTAR ANDA