post image
KOMENTAR
MBC. Menjelang Pilpres 2014, beberapa pensiunan jenderal sudah memastikan akan maju untuk memperebutkan kursi RI 1. Di antara jenderal yang sudah declare akan pasti maju adalah Letjen (Purn) Prabowo Subianto yang kini menjadi Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra dan Jenderal (purn) Wiranto yang kini menjadi Ketua Umum Partai Hanura.

Sementara jenderal lain yang disebut-sebut akan juga berkompetisi adalah Letjen (purn) Sutiyoso dan Jenderal (Purn) Endriartono Sutanto. Saat ini, Sutiyoso masih mengendalikan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), sementara Endriartono bergabung dalam Partai Nasdem.

Jenderal lain yang juga disebut-sebut berpotensi menjadi capres adalah Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Letjen Pramono Edhie Wibowo dan Menko Polhukam Djoko Suyanto. Untuk Pramono Edhie, yang merupakan adik ipar Jenderal (purn) SBY, diprediksi tahun depan, akan menjadi Panglima TNI.

Kemunculan para jenderal di panggung pilpres pun memicu wacana baru. Akan ada perang bintang di antara para jenderal. Benarkah perang bintang itu akan benar-benar terjadi?

Seorang purnawirawan jenderal yang kini aktif di partai politik, meragukan akan ada perang bintang tersebut. Singkat kata, perang bintang dalam Pilpres 2014 hanya mitos, dan terlalu dilebih-lebihkan.

Saat berbincang dengan Rakyat Merdeka Online beberapa saat lalu (Kamis, 11/10), purnawirawan jenderal yang tidak mau disebutkan namanya itu, mengatakan bahwa keterlibatan TNI di kancah politik Indonesia tidak lagi power full sebagaimana di era Orde Baru.

Dalam Pilpres 2014, katanya, sosok sipil yang justru akan memainkan panggung. Bila berdasarkan hasil survei, mungkin hanya nama Prabowo yang berkibar. Itu pun masih terkendala dengan perolehan suara Gerindra di Senayan, atau juga terkendala dengan wacana presidential threshold. Tidak heran, deklarasi resmi Prabowo untuk untuk menjadi capres pun tertunda.

Sementara nasib Wiranto bisa lebih buruk lagi. Sempat menjadi capres dari Golkar pada 2004, Wiranto akhirnya mau "turun derajat" menjadi cawapres Jusuf Kalla, yang juga diusung Golkar dalam Pilpres 2009. Selain elektabilitas Wiranto yang kian merosot hingga ke titik di bawah 5 persen sebagaimana hasil berbagai lembaga survei, suara Partai Hanura di Senayan pun bisa menjadi tragis. Bagi Hanura, angka parliamentary threshold 3,5 persen bukanlah perkara mudah.

Bila nasib Wiranto dalam Pilpres di ujung tanduk, apalagi Sutiyoso. Sutiyoso adalah masa lalu, yang mungkin namanya sudah terlupakan dalam wacana suksesi kepemimpinan nasional. Partai besutan Sutiyoso diprediksi semakin turun di tengah timbangan parliamentray threshold yang kian tinggi.

Bagaimana dengan nasib Endriantono? Sebagai orang baru, Endriartono tidak akan bisa mengendalikan Partai Nasdem. Struktur Partai Nasdem sudah cukup kuat, dengan simbol Surya Paloh dan Hary Tanoesidbyo.

Mungkin, jenderal yang paling berpeluang menjadi capres adalah Pramono Edhie dan Djoko Suyanto. Namun ini juga sangat tergantung pada kehendak politik Partai Demokrat dan peta politik dalam Pemilu 2014. Bila suara Demokrat menyusut, tak mustahil Demokrat rela untuk menempati posisi cawapres saja. [rmol/hta]

PHBS Sejak Dini, USU Berdayakan Siswa Bustan Tsamrotul Qolbis

Sebelumnya

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN NELAYAN (KPPI) DALAM MENGATASI STUNTING DAN MODIFIKASI MAKANAN POMPOM BAKSO IKAN DAUN KELOR DI KELURAHAN BAGAN DELI

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Peristiwa