Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Andy Sommeng menegaskan, pihaknya tidak membedakan asing dan nasional dalam proses tender pendistribusian subsidi BBM. Utamanya, pemenang tender diharuskan untuk membangun infrastruktur penunjang distribusi bahan bakar tersebut.
“Dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 71 tahun 2005 dan dalam Permen ESDM Nomor 7 tahun 2005 tidak mensyaratkan (pembangunan kilang). Tapi mensyaratkan ada cadangan, ada depo, kan efisien juga. Kan kalau orang menjual harus punya gudang, transportasi,” kata Andy, Jumat (5/10).
Berdasarkan aturan tersebut, kata Andy, BUMN dan perusahaan swasta, baik swasta nasional dan asing diperbolehkan untuk mengikuti tender BBM subsidi. Pemenang tender akan diputuskan dalam sidang komite, sekaligus penentuan kuota pembagian distribusi BBM melalui tender.
“Belum diputuskan, keputusannya dalam sidang komite. Sekarang kita sedang lihat, para peserta tender ini punya infrastruktur yang benar atau tidak, jaringan distribusi punya, depo punya tidak, outlet punya tidak. Kalau tidak punya, tidak diberikan,” tegas Andy.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Migas Indonesia (KSPMI) Faisal Yusra menengarai, keterlibatan asing dan swasta dalam tender penyaluran BBM subsidi sungguh sangat mencurigakan. Apalagi, selama ini yang mempunyai infrastruktur dalam penyaluran baik di Jawa atau luar Jawa itu Pertamina.
“Bagaimana logikanya swasta atau asing yang tak punya infrastruktur mau disuruh menyalurkan BBM subsidi, apa tidak makin kedodoran nantinya,” ujarnya.
Dikatakan, jika BPH Migas tetap ngotot menggelar tender BBM subsidi termasuk melibatkan asing dan swasta, maka pihaknya mendesak direksi Pertamina untuk keluar dari tender.
“Pemerintah harusnya sadar beban keuangan memenuhi stok operasional nasional BBM subsidi selama 20 hari itu mencapai Rp 30 triliun. Bagaimana mungkin beban itu akan ditanggung swasta atau asing,” protesnya.
Pihak Pertamina meminta pemerintah mengetatkan persyaratan tender bahan bakar bersubsidi untuk tahun 2013 agar lebih adil dan mendukung arah pengembangan infrastruktur energi.
“Di negara lain seperti Malaysia untuk masuk ke bisnis ritel, yakni dengan mendirikan SPBU, maka perusahaan itu harus membangun kilang. Perusahaan tersebut harus berbuat sesuatu untuk negaranya terlebih dahulu,” ujar Sekretaris Perusahaan Pertamina Nusatyo Argo di Jakarta, Senin (1/10).
Ia mencontohkan, Pertamina pernah mau masuk ke bisnis ritel BBM di Malaysia, namun tidak mudah mengurus izinnya di negara tersebut. Negara jiran itu juga mewajibkan pembangunan kilang sebelum diizinkan melakukan ritel BBM.
“Kami menjajaki pembangnan kilang di sana, tapi susah juga izinnya,” ujarnya.
Sebelumnya PT Shell Indonesia mulai menggarap bisnis BBM bersubsidi khusus sepeda motor dengan mengikuti tender distribusi BBM bersubsidi pada tahun depan.
Direktur BBM BPH Migas Djoko Siswanto mengatakan Shell mulai mengikuti tender penyaluran BBM bersubsidi, melengkapi penjualan Shell selama ini yang hanya menjual BBM non subsidi.
Seperti diketahui, Presiden Direktur dan Country Chairman Shell Indonesia Darwin Silalahi mengatakan, investasi SPBU khusus motor ini tak sebesar membangun SPBU biasa, yakni hanya 10 persen dari investasi SPBU dengan format standar. [rmol/hta]
KOMENTAR ANDA