post image
KOMENTAR
Kekayaan sumber daya alam yang berlimpah yang dimiliki Indonesia kelak akan hilang tanpa bisa dirasakan oleh generasi penerus jika tidak dikelola dengan baik dan banyak dimiliki oleh asing. Terlebih, kini semakin banyak pengusaha berbasis sumber daya alam, khususnya batubara, lebih mengedepankan kepentingan asing daripada kepentingan masyarakat.

Karena itu, kata Wakil Ketua Umum Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) Paulus Wasono Broto sudah saatnya pengusaha Indonesia memikirkan bagaimana nasib bangsa ini ke depan sehingga bisa lebih baik dari sekarang dan sebelumnya.

"Indonesia negara kaya. Bahkan, seluruh sumber daya alam yang dibutuhkan di dunia ada di bangsa ini. Karena itu kita harus mampu menjaga bersama," ujar Paulus di sela acara HUT HIPPI ke-36 di Jakarta (Senin, 1/10).

Kekayaan alam yang berlimpah, lanjut Paulus, merupakan karunia tak terhingga. Sehingga para pengusaha yang membuka usaha terkait sumber daya alam harus memiliki kesadaran untuk menjaganya demi masa depan anak negeri.

"Jangan sampai mental pengusaha kita malah jadi broker yang hanya melayani kepentingan asing tapi melupakan hak masyarakat," tegas pemilik PT Dewata, perusahaan batubara yang memiliki reputasi baik karena pro lingkungan hidup dan selalu melakukan konservasi dan recovery ini.

Belum lagi, sambung Paulus, banyak perusahaan asing yang mengelola sumber daya alam Indonesia. Sementara perusahaan-perusahaan lokal dan pribumi jumlahnya jauh lebih sedikit. Menurut data, di area migas ada 275 wilayah kerja pertambangan. Yang dikuasai asing mencapai 88,8 persen, Pertamina 8,8 persen dan swasta nasional hanya 2,4 persen. Sementara di area batubara asing menguasai 78 persen dan lokal hanya 22 persen.

"Kalau sudah begini, kapan kita bisa menjadi tuan di rumah sendiri," ulas Paulus.

Paulus berharap pengusaha Indonesia jangan hanya mengambil keuntungan semata. Tapi harus juga melestarikan sumber daya alam dan meningkatkan sumber daya manusianya.

"Berikutnya harus juga mampu positioning untuk kepentingan bangsa dan negara. Berpikir jangka panjang, tidak berpikir ala broker asing yang hanya untuk kepentingan sesaat," demikian Paulus. [rmol/hta]

Kemenkeu Bentuk Dana Siaga Untuk Jaga Ketahanan Pangan

Sebelumnya

PTI Sumut Apresiasi Langkah Bulog Beli Gabah Petani

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Ekonomi