post image
KOMENTAR
Badan Tauri roboh seketika. Dia tidak kuasa menopang badannya karena sedih menyaksikan putranya Alawy dimasukkan ke liang lahat. Siang itu, suara isak tangis membuncah dan air mata bercucuran.

Alawy Yusiantro Putra (15), korban tewas tawuran pelajar SMAN 70 dan SMAN 6 di ka­wasan Bulungan, Jakarta Selatan. Nyawanya tidak tertolong karena luka tusuk di dada. Jasad Bocah kelas X.8 ini dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Kam­pung Poncol, Pedurenan, Karang Tengah Tangerang, kemarin.

Tewasnya Alawy menambah panjang deretan korban tawuran antar pelajar. Komisi Nasional Perlindungan Anak, mencatat dalam enam bulan di Jabodetabek sedikitnya terjadi 140 kasus tawuran pelajar, 37 pelajar tewas, puluhan luka-luka. Puluhan pe­lajar yang terlibat tawuran ditahan aparat Kepolisian. Dari rentetan tawuran tersebut ratusan bilah senjata tajam disita. Pada tahun lalu terjadi 119 kasus tawuran dengan korban tewas 26 anak. Dengan demikian terjadi kenaikan sekitar 30 persen.

Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait me­nga­takan, maraknya tawuran pelajar bukan semata masalah pelajar. Ini terjadi karena pemerintah gagal meredam kasus kekerasan di lingkungan anak.

Sejauh ini pemerintah terlalu sibuk dengan pembangunan fisik infrastruktur dan parpol sibuk dengan persiapan Pemilihan Legislatif 2014. Selain itu, kerja sama pemerintah daerah dengan penegak hukum seperti Polri, TNI, kejaksaan, dan pengadilan, lemah. “Hal inilah yang meng­akibatkan jumlah tawuran terus berulang dan mengalami trend meningkat,” katanya, di Jakarta.

Selain masalah sistem, penyebab lainnya adalah makin tidak sehatnya lingkungan anak. Saat ini, anak-anak dipertontonkan banyak adegan kekerasan.

Tentunya hal itu bisa menjadi contoh buruk bagi anak. “Bagaimanapun anak-anak itu senang meniru apa yang dilihatnya,” ujarnya.

Selain itu menyaksikan langsung aktivitas kekerasan yang terjadi di sekitarnya, dapat dilihat dari kebiasaan anak lebih memilih tontonan yang mengandung kekerasan di berbagai media. Baik terkait pemberitaan mengenai perkelahian antar kelompok ormas pelajar ataupun antar warga.

Diperlukan kerjasama banyak pihak. Termasuk media harus bijak saat menayangkan sejumlah pemberitaan yang mengandung unsur kekerasan. “Tawuran sudah merugikan banyak pihak. Tidak hanya pelajar dan keluarganya, melainkan juga proses belajar di sekolah menjadi terganggu,” ujarnya.

Peristiwa tewasnya Alawy menjadi perhatian nasional, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, M. Nuh sampai turun gunung menegok ke SMA 6. Nuh menyatakan penyesalannya atas peristiwa tawuran antarsiswa ini. Diapun sudah bertemu dengan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo guna membahas masalah tersebut. “Kami, Pak Gubernur, ke­pala dinas pendidikan, kepala se­kolah kedua pihak dan komite sekolah, bertekad menjadikan kasus ini yang terakhir,” tegasnya.

Kemndikbud mengaku sudah membuat kelompok kerja khusus menyelesaikan permasalahan ta­wuran pelajar SMAN 70 dan SMAN 6. Kelompok  itu akan diisi dengan seluruh stakeholder terkait termasuk tokoh masyarakat. Nantinya akan dirumuskan apa saja upaya pencegah konflik antar kedua sekolah tersebut.

“Kita punya waktu hingga tiga hari ke depan saat para siswa sedang diberi belajar di rumah un­tuk merumuskan program rekonsiliasi. Belum ada wacana sanksi untuk kepala sekolah ataupun sekolahnya. Untuk masalah pidananya diserahkan ke kepolisian,” jelasnya.

Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo berharap ke depannya tidak ada lagi aksi tawuran antar pelajar di Ibu Kota. Pemprov DKI akan memfasilitasi kedua sekolah agar tawuran tidak kembali terjadi di masa yang akan datang. Komitmen itu diberikannya me­ngingat prinsip sekolah di Jakarta menjadi contoh bagi sekolah di luar Jakarta. “Jakarta menjadi school-based management, saya akan memimpin pimpinan se­kolah untuk hal yang paling baik,” ucapnya.

Pria yang akrab disapa Foke itu mempercayai penyelesaian masalah tawuran di tangan kepala sekolah dan komite sekolah. “Saya percaya pimpinan sekolah dan komite sekolah paling me­ngetahui unsur-unsur di sekolah, dan paling mampu menutup celah-celah yang ada,” tandasnya.

Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Taufik Yudi Mulyanto mengatakan, belum adanya rencana untuk memberi sanksi ke­pada sekolah ataupun kepala se­kolah.

“Secara tidak langsung itu merupakan hukuman buat se­kolah, karena telah kecolongan. Saat ini kita fokus pada program pem­binaan lebih lagi ke kepala se­kolah dan guru-guru untuk men­cegah tawuran,” jelasnya. [rmol/hta]

KOMENTAR ANDA