Otoritas Australia bakal menyerahkan Adrian Kiki Ariawan, terpidana kasus pembobolan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Rp1,5 triliun paling lambat 16 Februari 2014.
Jaksa Agung Basrief Arief menyatakan, Kementerian Hukum dan HAM telah menerima informasi dari Kejaksaan Agung Australia. Isi pemberitahuannya meliputi rencana ekstradisi atau pemulangan buronan bekas Direktur Utama Bank Surya Adrian Kiki Ariawan ke Indonesia.
Menurut Basrief, informasi dari otoritas Australia tersebut dilengkapi dengan copy dokumen putusan Pengadilan Tinggi Australia. Dikemukakan, pemberitahuan dari pihak Australia ini disampaikan oleh Kedutaan Besar Australia melalui nota diplomatik nomor P187/2013.
Isi nota itu merupakan jawaban resmi surat atau nota nomor P182/2013 tentang permintaan ekstradisi yang pernah dikirim Pemerintah Indonesia.
“Salinan putusannya sudah diterima Kemenkum HAM. Kita pun sudah koordinasi dengan Kemenkum HAM dan Kejaksaan Agung Australia,” katanya.
Basrief menjelaskan, untuk keperluan tersebut, Kejaksaan telah membentuk tim yang bertugas mengeksekusi Adrian. Lebih jauh, teknis atau mekanisme pemulangan buronan, akan diawali penjemputan di Bandar Udara Internasional Perth, Australia.
“Saat ini sudah ditunjuk tim yang bertugas menjemput buronan itu,” ucap Basrief.
Namun, bekas Jaksa Agung Muda Intelijen ini menolak membeberkan identitas tim eksekusi. Dia memastikan, penyerahan terpidana akan dilakukan di atas Pesawat Garuda Indonesia Airways (GIA). Begitu memasuki wilayah hukum Indonesia, terpidana penjara seumur hidup itu akan diserahterimakan pada tim eksekusi. “Paling lambat tanggal 16 Februari 2014,” katanya.
Basrief menambahkan, rangkaian pekerjaan rumah dari tim eksekusi masih panjang. Selain membawa pulang terpidana, tim juga mengurusi pelacakan dan penyitaan aset yang bersangkutan.
Saat ini, lanjut Basrief, Kejaksaan tengah menginventarisir data-data seputar kepemilikan aset Adrian. “Penyitaan aset ini tidak kalah pentingnya,” tutur bekas Ketua Tim Pemburu Koruptor (TPK) ini.
Tapi, dia belum mau buru-buru mengurai aset apa saja yang akan disita dari tangan Adrian. Menurutnya, tim tengah mengecek aset-aset terpidana. Begitu urusan eksekusi badan selesai, proses penyitaan aset akan diintensifkan.
Yang jelas, tim eksekusi tengah berkoordinasi dengan Mahkamah Agung (MA). Koordinasi ditujukan untuk meminta alat bukti yang dijadikan MA untuk memutus perkara Adrian pada 2008 lalu. Biasanya, sebut Basrief, berkas perkara memuat alat bukti berupa aset-aset terpidana yang diduga diperoleh dari hasil korupsi di Bank Surya.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Setia Untung Arimuladi menepis anggapan bahwa dikabulkannya ekstradisi Adrian Kiki dilatari permintaan pertukaran tahanan. Rumor yang beredar menyebutkan, Australia meminta agar Indonesia menyerahkan Hadi Ali Asghar el-Ahmadi, warga negara Iran yang diduga sebagai penyelundup manusia dari Indonesia ke Australia.
“Tidak ada kaitannya dengan informasi itu. Upaya ekstradisi ini adalah murni upaya hukum,” tutur bekas Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jakarta Selatan ini.
Basrief menjabarkan, ekstradisi kali ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam memulangkan buronan korupsi dari luar negeri.
Dia berharap, beragam upaya sejenis yang dilakukan terhadap buronan lainnya dapat memberikan hasil yang maksimal. Sebab, keberhasilan membawa buronan kasus korupsi kembali ke Tanah Air akan diikuti proses penyitaan aset-aset mereka.
“Ini akan membantu dalam proses penyitaan aset terpidana. Saat ini, tim tengah menginventarisir apa saja aset-aset yang masih disembunyikan terpidana Adrian baik aset di dalam negeri maupun di luar negeri.”
Kilas Balik
Buronan Itu Ditangkap Polisi Negeri Kanguru Tahun 2008. Proses ekstradisi Adrian Kiki Ariawan, terpidana kasus penyalahgunaan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), diawali pertemuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Perdana Menteri Australia Kevin Rudd di Nusa Dua, Bali, Desember 2008.
“Kita harapkan bisa segera terwujud, sehingga proses hukum tersangka, yang diduga merugikan negara Rp1,9 triliun bisa dilakukan,” kata SBY.
Ekstradisi terhadap Adrian merupakan bagian dari sejumlah kesepakatan kerja sama dalam bidang hukum antara Australia dan Indonesia.
Sebagai imbalannya, Pemerintah Australia meminta barter dengan Hadi Iswadi, warga Iran yang terlibat dalam penyelundupan manusia dari Indonesia ke Australia.
Bekas Wakil Jaksa Agung Muchtar Arifin menyatakan, Adrian ditangkap polisi Australia pada 2008. Menurut dia, kini Adrian ditahan di Perth, Australia Barat.
Menurut Muchtar, yang juga Ketua Tim Pemburu Koruptor Kejaksaan Agung, Adrian tak bisa langsung diekstradisi ke Indonesia karena harus menghadapi proses persidangan ekstradisi di Australia. “Kalau diikuti prosesnya bisa sampai dua setengah tahun,” tandasnya.
Adrian adalah bekas Direktur Utama PT Bank Surya, salah satu penerima dana BLBI. Bersama Bambang Sutrisno (Wakil Komisaris Utama Bank Surya), Adrian dinyatakan terbukti bersalah dan memperkaya diri sendiri oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 13 November 2002. Dalam persidangan in absentia saat itu, hakim menjatuhkan vonis hukuman penjara seumur hidup.
Perbuatan Adrian merugikan negara Rp1,5 triliun. Hingga vonis dijatuhkan, Adrian dan Bambang tidak pernah hadir di persidangan. Masalah ekstradisi Adrian sempat dibahas oleh Tim Pemburu Koruptor bersama perwakilan pemerintah Australia di Jakarta pada September 2007.
Pada akhir Oktober 2008, tawaran ekstradisi terhadap Adrian juga disampaikan oleh Duta Besar Australia untuk Indonesia Bill Farmer, saat bertemu Jaksa Agung Hendarman Supandji.
Bekas penasihat hukum Adrian, Denny Kailimang, menyatakan, sebaiknya Adrian menjalani proses hukum yang sudah memiliki kekuatan tetap. “Di hadapan hukum baru melakukan pembelaan,” ujar Denny.
Sebagaimana diketahui, kasus yang melilit Adrian terjadi pada 3 September 1997. Saat itu, Presiden Soeharto menyetujui pengucuran BLBI untuk menolong permodalan bank-bank yang sekarat.
Lalu pada Juli 2002, Adrian disidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dia diduga mengorupsi BLBI dengan cara menyalurkan kredit ke 168 perusahaan fiktif.
Namun pada 8 Juli 2002, Adrian diketahui lari ke Australia. Pada 13 November 2002, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis Adrian secara in absentia dengan pidana penjara seumur hidup dan membayar uang pengganti Rp1,5 triliun.
Pada 28 November 2008, polisi Negeri Kanguru menangkap Adrian di Perth. Berkaitan dengan kesepakatan barter tahanan, Perdana Menteri Kevin Rudd menyatakan, penyeelundupan manusia merupakan masalah sangat serius bagi Australia.
“Ini merupakan kejahatan transnasional dan sudah menjadi agenda global,” ujar Rudd.
Rudd juga mengungkapkan kegembiraannya setelah mendapat informasi bahwa Indonesia akan segera meratifikasi Konvensi PBB tentang Trans National Crime, yang mencakup pencegahan terhadap penyelundupan dan perdagangan manusia.
Mengejar Buronan Lain
Anggota Komisi III DPR dari Partai Gerindra Martin Hutabarat meminta Kejagung memanfaatkan momentum eksekusi Adrian Kiki sebaik-baiknya. Diharapkan, upaya ini memberi dampak signifikan dalam memulangkan buronan yang berada di luar negeri.
“Ini kesempatan emas untuk mengejar buronan lain yang belum tersentuh atau bahkan terendus keberadaannya,” katanya.
Martin menyatakan, sejauh ini Kejaksaan terlihat belum optimal dalam memburu para buronan. Disampaikan, Kejaksaan sering terbentur aturan seputar belum adanya perjanjian ekstradisi. Oleh karenanya, hambatan-hambatan terkait hal ini perlu dicarikan solusi atau jalan keluar.
Dengan kata lain, peningkatan kemampuan lobi Kejaksaan dan tim pendukung lainnya, seperti Kemenlu, Interpol, Kemenkum HAM perlu dilakukan secara terpadu. “Jadi, ada keseimbangan dalam mengambil langkah hukum. Tidak berjalan sendiri-sendiri,” saran Martin.
Martin menambahkan, keterpaduan langkah ini paling tidak dapat meningkatkan kekuatan dalam melobi otoritas penegak hukum negara lain.
Dia memaparkan, eksekusi buronan Adrian Kiki ini sudah memiliki kekuatan hukum. Oleh karenanya, hal ini perlu dilaksanakan secara cermat dan hati-hati. Jangan sampai tim Kejaksaan salah langkah dalam melaksanakan eksekusi.
Sebab, tidak tertutup kemungkinan, otoritas Australia atau negara-negara lainnya punya maksud tertentu. Artinya, ada motif tersendiri di balik dikabulkannya eksekusi buronan yang selama ini bersembunyi di negara tersebut.
Perlu Tiru KPK
Direktur Setara Institut yang juga Pendiri Yayasan Lembaga Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (YLBHI) Hendardi mengingatkan, mulusnya rencana pemulangan buronan Adrian Kiki kali ini perlu ditindaklanjuti secara profesional.
Jangan lagi, penegak hukum kecolongan dalam mengantisipasi buronnya seseorang.
“Selama ini lobi-lobi dan upaya hukum untuk memulangkan para buronan dari luar negeri kerap kandas,” katanya.
Beragam upaya pemerintah gagal karena lemahnya diplomasi para diplomat. Karena itu, pemilihan para diplomat tidak bisa dilakukan serampangan. Perlu pertimbangan matang ikhwal kemampuan, latar belakang, dan pengalaman yang bagus. “Kunci utama keberhasilan diplomasi ini ada pada diplomat,” kata Hendardi.
Hendardi menyatakan, persoalan buronnya seseorang ke luar negeri adalah permasalahan klasik. Jika mau jujur, itu bukan semata-mata menjadi kesalahan Kejaksaan. “Masalah mengenai buronan di luar negeri ini kompleks. Persoalan ini harus diselesaikan dari hulu sampai hilir,” tuturnya.
Sistem yang ada, lanjutnya, perlu ditata kembali. Dicontohkan, kinerja KPK dalam mencegah saksi atau tersangka saat ini perlu ditiru oleh Kejaksaan dan Kepolisian.
Sebab, langkah itu mampu meminimalisir kaburnya seseorang yang diduga terkait suatu perkara.
Menurutnya, angin segar terkait rencana pemulangan buronan Adrian Kiki kali ini perlu disikapi dengan langkah konkret. Artinya, upaya hukum Pemerintah Australia perlu direspons secara cepat. “Jangan sampai momentum ini hilang lantaran lemahnya lobi-lobi yang dilakukan Pemerintah Indonesia,” ujar Hendardi. [rmol|dito]
KOMENTAR ANDA